Kategori-Kategori

Monday 26 December 2016

Edit

Ketakutan Tergelap


Mari kembali, 
bayang2mu yg sempat menyentuh lebih dulu pundakku, 
sebelum sempat malam beradu ke pangkuan rembulan.
Biarpun pd akhirnya kau batal menepuk halus bahuku, 
lantaran kau curi dengar bisik lirih batin tentang masa depanku yg goyah terempas angin.
Cukup andaikan saja, 
wangi pagi buta kala itu menyisir keningmu yg baru saja terbangun dari tegasnya wajah tanah,
untuk lalu tengadah:
memaki janji langit yg tak kau indahkan momentum terkabulnya itu hak siapa.
Seakan kau berteriak ke jendela,
Apakah swara benang gerimis yg liris-mengiris ini
sanggup menyulam senyum lagi--utk kedwa kali--
wajah ranum yg tersayat-sayat ironi?
(dan kini perlahan fajar mematut diri)
sementara aku, yg jelas2 tahu bahwa kau batal menepuk bahu,
masih tak kuasa mengaku
kalau ketakutan tergelapku
adalah rindu

Bandung, 2016

Edit

Mak'e Dewe

Oleh: Djoko Bikoasih_Camar Sengkala

sebagai anak yang merindu kekasihnya,
sudah cukup mahir ia memainkan perasaanmu
hatinya sudah berkhidmat pada cinta

terimalah anakmu yang sudah dewasa ini
bila sesekali hatimu merindukan sesal,
kutuklah batu jadi anakmu
agar kelak tak ada fana

ibu,
telinga kita sedang diperbaiki
dari ocehan alibi dan babi kota
fikiran kita sudah dipukul
oleh luka masa depan
bila saatnya nanti,
kami hanya ingin pertapaan malammu
dimana tangismu menembus langit
dan turun menghujam dada ini bersama gerimis
yang telah dimaafkan debu

ibu,
aku hanya ingin itu
hanya untuk kali ini saja

Bandung, 22 Desember 2016
#Selamat Hari Ibu

Edit

Mengusik Braga

Oleh: Madno Wanakuncoro

Kepada rembulan,
aku menawar tajam usia:
Keluyuran menanggung miris
di jalanan Braga kesenjangan sosial kian jelas bagai kue lapis
.
Dentum bass & musik di kafe artifisial pemuja setan meraung2,
di trotoar pak-buk tua berselimut sarung
.
Redup binar mataku menusuk langit
Adakah yg lebih sengit,
selain perpaduan dua fenomena berbeda
terjalin tanpa ada sekat jurang yg memisah?



temaram_Braga, 2016

Sumber Gambar: https://7bd86aba206a59981820-a1471e32c826f82a376e3a3b16604284.ssl.cf6.rackcdn.com/2015/08/jalanbraga1.jpg

Wednesday 16 November 2016

Edit

Sore untuk Kakek

Oleh: Djoko Bikoasih

Sudah rela kakek memeluk tubuhnya sendiri
Diam menghayati
Membayangkan cucu-cucunya yang dinasehatinya kemarin
Matanya terus berkeliling mengitari suatu tempat

Tak peduli tua,
Ia bisa melihat tanpa kabur
Dimana nenek yang duduk menangis,
Anaknya yang memegang sapu tangan,
Sarungnya yang dihamparkan menantunya,
Bahkan ia bisa melihat dirinya sendiri
Seutuhnya dari berbagai sisi
Lalu,
ia senyum sendiri

Betapa keriput wajahnya
Begitu fikirnya
Dadanya tenang tak ada beban
Gerak tubuhnya yang tak terlihat itu,
Segera ingin ia sentuh dengan jemari
Sekali lagi, 
sentuhannya meleset
Dicobanya berkali-kali
Sampai tanah liat menggelapkan pandangannya.

Ia harap cucu yang dirinduinya
akan mengirimkan cahaya
Sebab ia tak lagi bisa menemukan kacamata kesayangannya.




Kamar Hasyim Asy’ari, 15 Oktober 2016




Thursday 29 September 2016

Edit

Na'am Wa Laa

Oleh: Abay Na Sapa...

~ I ~

Laa,,,
Kenapa tidak? kau mencintaiku.
mata nyalangmu mengatakannya padaku
mencairkan darah yang membeku
menggoda hasrat yang menggebu
Mari kita tentukan diranjang manakah kita kan beradu
Na'am,,,
Ya, aku mencintaimu. Tapi
ingin ku sandang gelar suci
meski dunia penuh dengki
Sekali lagi,
Ya, aku mencintaimu. Tapi
tidak akan ku serahkan diri
pun tak akan ku pilih mati
sebab, ini hidup cintaku!
bukan sekedar udara yang dihirup.


~ II ~

Laa,
kenapa tidak? terimalah!
kuotanya lebih dari cukup mengakses Google
membuka Facebook, Twitter, apalagi
WhatsApp dan Instagram
Dengan ini kau bisa berselancar sepuasnya 
Terimalah, apalagi yang kau ragukan?
Hidup membutuhkan kenikmatan yang lebih
dari sekedar asap rokok dan pahitnya kopi.

Na'am,,,
Ya, hidup selalu meminta lebih
bahkan puisi tertimbun sepi. Tapi,
Mataku buta,
kupingku tuli,
tanganku tanggal,
kakiku buntung,
otak dan hatiku memberhalakan puisi-puisi.
Bagiku, hidup dengan kepul aroma kopi 
dan gurihnya asap rokok lebih nikmat dari
Miyabi di bibir ranjang aki-aki


~ III ~

Laa,,,
kenapa tidak? naiklah!
pelananya dibuat khusus oleh Amerika
Kudanya impor dari Australia
Apalagi yang kau ragukan?
kau lihat pedang dileher kuda itu?
Bawalah serta!
kau akan menjadi ksatria paling tangguh
seantero jagat.

Na'am,,,
ya, kudanya begitu gagah, pongah. Tapi,
aku tak mahir mengayunkan pedang
bagaimana jika aku menebas
leher bangsaku sendiri?
Lalu, kemudian ku persembahkan
pada pembuat pelana.
Aku telah merdeka!
Negriku pun sudah merdeka!

Bandung, 21 September 2016
Al-Wafa


Sumber Gambar: www.ketikketik.com

Friday 23 September 2016

Edit

Nada Ku

Oleh: Syep

indahnya ku dendangkan lagu itu
dengan nada da irama yang merdu
jiwa bergetar syahdu 
memuji makhluk yang dicintai selalu

nadaku menjadi pujian baginya
yang Tuhan pun meridhai pujian itu
tak lelah aku terus ucap
menyanikan lagu yang disebut shalawat

tentang lagu itu
yang selalu mendebarkan hatiku
mengingat ketika kita bernyanyi bersama
dalam tempo yang lama

lagu itu diiringi music rebana
alat musik tradisional arab sana
yang diserap oleh budaya indonesia
dan menjadi warisan para walisongo

semoga Allah selalu memberkati
Amin... 


Jawa Barat, 15 Desember 2015


Edit

Dermaga impi

Oleh: Camar Sengkala


Dibawah awan panorama desa, semua berjaya

dimana tak ada angin yang bermuara suram

cukup sejuknya yang menyiram

entah sepanjang kapan langit kan begini

dalam sepanjang kabut ada putih

mata berkelut mencari arah

lalu,

harus kemanakah kita menepi?

sedang dermaga ialah tujuan sepi


Gedung Y, 2016



Monday 29 August 2016

Edit

Sebutir Makna

Oleh: Tirta Pawitra

[22/8 19.49]
# Memangkas Sabda
Aku gelandangan diatas kertas putih
Merajai lekuk-lekuk garis berirama
Menggores sketsa wajah
Aku yang tak cukup mahir
Mengikuti garis-garis
Sering meloberkan tinta

[22/8 19.51] 
# Biarkan yang Tak Ada
tak ada waktu tuk bertemu.
tak ada ruang tuk bertandang.
tak ada kata yang tertata.
biarkan rindu yang berkata.
biarkan doa yang menyapa.
biarkan harap yang terucap.

[22/8 19.55]
# Satu Bayang-Bayang
Tanpa bayang yang pasti kau tak kan pernah pasti.
Bayanganmu berdiri kau malah berdiri.
Kau tak mengenal bayangan mu tertinggal.

[22/8 19.58]
# Angan yang Mengenang
aku masih rindu dengan deretan tebu yang menyapa kegelapan fajar....
aku masih rindu dg makam yang berjajar penuh kerahmatan..
aku masih rindu dg gedung suci yang menebar peradaban....
aku masih rindu dg mahluk Tuhan yang menemani kami dalam petualangan....
aku masih rindu semua tentang kisah dalam nadiku

[22/8 20.02]
# Saat Semarang dalam Perantauanku
Senja, kutuliskan lagi lewat puisi sorotan kota Lama.
Semoga, Engkau meninggalkanku hanya ilusi,
Menjauh hanya khayal.
Dan kepergianmu hanya fatamorgana.

[22/8 20.04]
# Masih Mencangkul Dosa
kebodohanku yang tak dapat membaca catatan suciMu
menjadikan prasangka dan dusta dalam biara
ketidaktahuanku tentang takdir
hanya membaca ramalan dan hipotesa
bahkan wejangan yang Kau berikan belum sampai ku mengerti
apa dibalik hidup dan mati

[22/8 20.04]
# Di Ujung Penantian
rayuan gombal yang meretakkan udara
sepi menjadi gaduh
sunyi pun ripuh
aku hanya menggeleng kepala
mengelus dada
kutunggu kau diujung drama
diantara mahkota dan cahaya

[22/8 20.05]
# Membiarkan Naluri Bergema
Jika kau berjalan di atas langit
jangan tanya apa apa
Karena sayapmu akan hangus terbakar.
Jika kau berjalan di atas bumi
Tanyakanlah segala galanya
Jika tidak, engkau akan binasa..

[22/8 22.27]
# Sebutir Makna
Awalnya hanya secangkir kopi
hitamnya dan pahit tak terpisahkan
Aroma dan imajinasi menganak tangga
Memetik inspirasi
Mengukuhkan ideologi.
Rasaku membelai derita,
Pekaku menganalisa..
Air Biru, 2016

Sunday 21 August 2016

Edit

Sampaikan Anganku

Oleh: Camar Sengkala

Untuk gadis dalam ingatanku
Untukmu angin yang menguapkan senyumku
Untukmu debu yang setia menyimpan cintaku
Rahasiakanlah keberadaanku

Untukmu papan tua dibawah kamboja
Tanah menggunung berbaris dipekarangan wakaf
Begitu rapi meski tanpa komandan
Angin yang tertawa membawa kenangan
Lalu dihempaskannya ke ladang mahsyar
Hingga datang burung camar
Di patuknya satu kenangan
Kemudian diselipkan diantara sayapnya
Dan pergi entah berapa lama
Sampai malaikat menyapanya

Ingatlah,
Takdir Tuhan selalu benar
Wujudmu telah menyatu dalam kepastian itu
Dimana debu mengerubungimu
Bahkan tulangmu tak lagi berharga

Dimana nanti datang kepastian
Cabutlah sejengkal kelalaianmu
Sebelum papan tua mencatat namamu
Dan merapat bersama barisan kematian

Air Biru, 21 Agustus 2016



Wednesday 10 August 2016

Edit

Cinta & Takdir

Oleh: Tirta Pawitra

Edit

Benih

Oleh: Madno Wanakuncoro
genggam hanya sejenak
satu butir kerinduan ini
tak perlu kau tanam di hati
cukup pejamkan mata
untuk lalu buanglah
ke mana pun maumu

aku tak berharap kau sedia menanamnya
diamkan ia menggeliat
di bumi cinta ini
agar mampu membenihkan
jutaan kerinduan lain

lantas berkecambah
bercumbu dengan matahari
leluasa menghijaukan sanubari
yang setiap pagi
tersiram embun suci

Air-Biru, 2016


Sumber Tulisan: http://basabasi.co/puisi-puisi-madno-wanakuncoro-mojokerto-perempuan-yang-berdoa/

Sumber gambar: teratakcintakasmaran2.blogspot.com

Edit

ijinkan aku!!

Oleh: Askardi Ashirov

Edit

kata itu.....

Oleh: Madno Wanakuncoro

Edit

Mengartikan Rindu

Oleh: Camar Sengkala

Edit

Semua Tentang Jarak

Oleh: Askardi Ashirov

Edit

Mengejar Rindu

Oleh: Tirta Pawitra

Friday 5 August 2016

Edit

Hanya Siapa?

Oleh: Camar Sengkala
Aku bercanda pada rembulan
ditepi kesepian malam
diantara jutaan bintang

aku bertanya pada samudra
yang pasang dikala malam
tentang kebimbangan
"siapa yang kau rindukan?"

kau tahu sepinya malam
selalu rindukan cahaya rembulan
sebab itu,
aku bertanya kembali
"apalah arti hadir bagi engkau?

untukmu gadis yang berwajah rembulan
kuhadirkan aku dan puisiku
hanya siapa diantara mereka
yang kau rindu
hanya siapa yang kau tunggu
aku?
atau hanya puisiku?